preloader

Mewujudkan Pengadilan Pajak yang Efektif dan Independen

Sekolah Tinggi Hukum Indonesia Jentera menyelenggarakan International Lecture bertajuk “Reformasi Pengadilan Pajak untuk Penyelesaian Sengketa yang Efektif dan Independen: Pengalaman Belanda” pada Rabu (18/6/2025). International Lecture ini sekaligus kunjungan dari Presiden Hoge Raad (Mahkamah Agung Belanda) Dinneke De Groot, Wakil Presiden Hoge Raad Prof. Mariken Van Hilten, dan Hakim Agung Belanda Tijs Koojimans ke STH Indonesia Jentera.

Menurut Ketua STH Indonesia Jentera Aria Suyudi, kunjungan dari Hoge Raad Belanda merupakan sebuah kehormatan besar dan momen bersejarah bagi perjalanan Jentera. Tema yang diangkat dalam diskusi juga sangat penting karena pasca-putusan MK Nomor 26/PUU-XXI/2023, peradilan pajak harus bertransformasi menjadi suatu pengadilan yang sepenuhnya berada di bawah Mahkamah Agung. Oleh karena itu, Jentera sebagai lembaga pendidikan hukum memiliki peran strategis untuk membangun pemahaman dan kapasitas hukum yang mendalam di bidang perpajakan. “Peradilan pajak merupakan pilar utama dalam menjaga kepercayaan publik dan kami di Jentera berkomitmen terlibat dalam membangun sistem pengadilan pajak di Indonesia yang adil, transparan, dan efektif,” ungkap Aria. 

Presiden Hoge Raad Belanda Dinneke De Groot, mengungkapkan bahwa sistem peradilan di Belanda menerapkan prinsip independensi yang kuat serta menjunjung tinggi kepastian hukum. Dinneke kemudian menekankan pentingnya independensi pengadilan dan sistem alokasi perkara yang bebas dari pengaruh eksternal, termasuk dari otoritas pajak. Ia menjelaskan bahwa pengadilan Belanda memiliki allocation codes untuk menjaga independensi dan akuntabilitas.

Wakil Presiden Hoge Raad Belanda yang juga merupakan Guru Besar Hukum Pajak University of Amsterdam Prof. Mariken Van Hilten dalam international lecture menjelaskan struktur piramida sistem peradilan Belanda, di mana kasus-kasus perpajakan ditangani secara bertahap: dari pengadilan tingkat pertama, pengadilan banding, hingga Hoge Raad (kasasi). Ia menambahkan bahwa litigasi pajak tidak mengharuskan kehadiran advokat, sehingga wajib pajak dapat membela dirinya sendiri. “Biasanya pengadilan tingkat pertama adalah tempat wajib pajak melaporkan dengan prosedur yang sederhana namun efektif,” jelasnya. Peran Hoge Raad adalah menjaga preservation of legal unity, mempromosikan perkembangan hukum, serta melindungi hak-hak hukum individu. Setiap putusan Hoge Raad dipublikasikan untuk memastikan transparansi dan menjadi rujukan penting dalam praktik peradilan banding. 

Mengawali diskusi panel, dari sisi Indonesia, tantangan sistemik dalam reformasi pengadilan pajak disampaikan oleh Hakim Agung Kamar TUN Mahkamah Agung RI Cerah Bangun yang memaparkan kesamaan sistem perpajakan Indonesia yang juga berbentuk piramida, namun dengan beban perkara sangat berat, yaitu sekitar 16 ribu kasus pajak per tahun, serta 7 ribu kasus judicial review di Mahkamah Agung atau sekitar 90% dari seluruh kamar. “Lima puluh perkara sehari tentu sangat berat bagi kami,” ungkap Cerah Bangun. 

Arsil Peneliti Senior di LeIP, juga menekankan bahwa persoalan mendasar peradilan pajak adalah kerangka hukum yang belum berubah, hingga saat ini belum ada revisi terhadap undang-undang terkait pengadilan pajak. Menurutnya, reformasi tidak akan efektif jika hanya dilakukan secara administratif tanpa perubahan substansi hukum. 

Dalam hal kepercayaan publik dan kualitas yudisial, diskusi panel ini juga menyoroti pentingnya pendidikan hukum perpajakan di Indonesia. Pengajar STH Indonesia Jentera Dian Rositawati dan Pendiri DDTC Danny Septriadi, menyuarakan perlunya sistem pendidikan yang komprehensif agar dapat mencetak hakim dan praktisi pajak yang kompeten. Danny menyatakan bahwa saat ini perpajakan masih diajarkan secara terpisah di fakultas hukum dan ekonomi, tetapi belum terintegrasi secara substansial. “Kami harap Indonesia bisa mengembangkan sistem pendidikan perpajakan, karena kami membutuhkan lebih banyak hakim pajak yang kompeten,” ujarnya. 

Dalam konteks pendidikan hukum perpajakan, Jentera dipandang sebagai lembaga yang strategis dalam mendidik generasi baru profesional hukum yang memiliki spesialisasi pajak, yang dibutuhkan untuk menopang reformasi struktural dan substansial dalam sistem peradilan perpajakan di Indonesia. Diskusi ini membuka ruang pembelajaran lintas negara yang sangat berarti dalam menyusun arah kebijakan dan kelembagaan pajak yang adil dan dipercaya publik.