preloader

Jentera dan SMAS Citra Kasih Jakarta Selenggarakan Diskusi terkait Bullying


Merujuk data U.S. Department of Health and Human, perilaku bullying atau perisakan dalam bahasa Indonesia, akan berulang atau berpotensi berulang di masa mendatang karena baik individu yang menjadi korban atau pelaku, keduanya memiliki permasalahan serius dan berpotensi bertahan lama. Menurut pengajar STH Indonesia Jentera, Sri Bayuningsih Praptadina bullying dapat disebabkan oleh lingkungan terdekat, seperti keluarga yang terbiasa melakukan kekerasan dan rendahnya tingkat pengawasan di rumah maupun sekolah, hingga faktor eksternal seperti pengaruh media sosial.
Hal tersebut disampaikan dalam kegiatan kunjungan #JenteraMenyapa ke SMAS Citra Kasih Jakarta pada Senin (14/6/2021) secara daring.
Bullying merupakan segala bentuk penindasan atau kekerasan yang dilakukan dengan sengaja oleh satu atau sekelompok orang yang lebih kuat atau berkuasa terhadap orang lain dengan tujuan untuk menyakiti.
Terkait dengan penyebab seseorang melakukan tindakan bullying, Dina secara lebih lengkap menjabarkan beberapa situasi atau tindakan yang dapat memberikan pengaruh. Dimulai dari lingkungan terdekat yakni keluarga yang sering atau bahkan terbiasa melakukan kekerasan. Situasi tersebut akan semakin parah apabila dalam keluarga tidak ada komunikasi yang terbuka dan pengawasan yang efektif. Setelah lingkungan internal, penyebab bullying juga dapat berasal dari lingkungan eksternal. Pengaruh teman sebaya dan media sosial menjadi dua hal yang mengemuka. Rendahnya tingkat pengawasan secara eksternal, sebagai contoh di sekolah, juga dapat memberikan pengaruh. Dari beberapa penyebab tersebut apabila dibiarkan berlarut dan tidak segera diatasi akan terakumulasi menjadi salah satu faktor terbentuknya kepribadian individu dengan empati rendah, dominan, dan tidak bersahabat.
Indonesia sendiri berada pada urutan lima dengan presentase 41.1% dalam riset Programme for International Student Assesment (PISA) pada 2018 tentang Presentase Murid yang Mengalami Perundungan. Beberapa jenis bullying yang kerap muncul di antara kalangan pelajar di Indonesia adalah bullying secara verbal, fisik, mental atau psikologis, dan cyber bullying. Khusus untuk jenis bullying terakhir, data Polda Metro Jaya menyebutkan terjadi 25 kasus cyber bullying setiap harinya. Secara keseluruhan, Dina kemudian juga mempresentasikan data Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) yang menyebut korban bullying pada 2018 telah mencapai 22,4% dari seluruh jumlah anak Indonesia.
Dampak terkait tindak bullying tidak hanya dirasakan oleh korban, namun juga pada pelaku. Dina menjabarkan, tindak bullying dapat berdampak pada pelaku yakni terperangkap secara berkepanjangan dalam peran sebagai pelaku bully, tidak dapat mengembangkan hubungan yang sehat, kurang cakap memandang perbedaan, hingga dapat membentuk perilaku lain seperti kekerasan terhadap anak atau kekerasan seksual. Dina kemudian juga menyebutkan dampak yang harus ditanggung oleh korban tindak bully, yang di antaranya adalah gangguan psikologis, merasa tidak diterima di lingkungan sekitar, kesehatan fisik terganggu, hingga penurunan pencapaian akademik.
Menurut Dina, terdapat beberapa langkah penanganan pelaku bullying, di antaranya adalah terbuka untuk berdiskusi perihal sudut pandang pelaku, soroti perilaku yang tidak pantas tersebut dan diingatkan perihal aturan anti-bullying di sekolah, berdiskusi perihal latar belakang pelaku saat melakukan bullying, tetap menunjukkan empati dan kasih sayang, mengenali dan menghargai segala bentuk perubahan perilaku yang positif, dan berdiskusi lebih mendalam dengan orang tua terkait langkah preventif yang lebih serius.
Selain itu, mengutip tulisan Barbara Coloroso yang bertajuk “The Bully, The Bullied , and The not-so-Innocent by Stander”, Dina juga menjabarkan tujuh tahap untuk mengakhiri perilaku bullying. Dimulai dengan 3S yakni restitusi, resolusi dan rekonsiliasi, mendorong untuk lebih memelihara empati, mengawasi dengan lebih dekat dan partisipatif terkait kegiatan murid di internet serta media sosial, mengajari dan mencontohkan langkah untuk menjadi pribadi yang lebih baik, memberikan kesempatan yang lebih untuk anak dapat berbuat lebih baik, melatih kemampuan anak untuk menjalin pertemanan yang sehat dan suportif, dan mendorong serta melibatkan anak untuk aktif dalam kegiatan yang konstruktif dan menyenangkan.
Selain sesi materi, #JenteraMenyapa juga diisi dengan sesi sharing oleh salah satu pengajar SMAS Citra Kasih, Meika, perihal pengalaman sebagai korban bullying dan caranya untuk bisa bangkit dan memperbaiki situasi. Selain itu, juga terdapat sesi tanya jawab dengan siswa SMAS Citra Kasih. Adapun peserta dalam kegiatan ini mencapai kurang lebih 150 siswa.