preloader

Jembatan Selat Malaka: Identifikasi Regulasi dan Risikonya (Bag.1)

Pernah dengar rencana pembangunan Jembatan Selat Malaka? Atau, pernah dengar soal rencana pembangunan Jembatan Selat Sunda? Ketimbang Jembatan Selat Malaka (disingkat JSM), Jembatan Selat Sunda (JSS) lebih banyak terekspos secara publik.
Meski begitu, JSM pernah juga terekspos, setidaknya hingga tahun 2014. Sementara itu, eksposur informasi JSS terakhir muncul ketika Presiden Jokowi memutuskan untuk menghentikan proyek pembangunan JSS agar program tol lautnya terimplementasi.
JSM dan JSS sebenarnya saling terkait.  Apa yang membuat kedunya saling terkait? Konon, JSM baru akan dibangun apabila JSS sudah dibangun dan beroperasi.
Menariknya, proyek JSS saat ini dihentikan. Apakah penghentiannya bersifat sementara? Tidak tahu pasti. Dengan berhentinya proyek ini, proyek JSM pun otomatis tidak bisa terlaksana. Hingga tulisan ini dibuat, minim kabar terekspos mengenai perkembangan JSM ini.
JSM merupakan mega proyek penyediaan infrastruktur jembatan tol penghubung Pulau Sumatera dan Semenanjung Malaysia. Mega proyek ini merupakan usulan pemerintah Malaysia pada tahun 1990-an kepada pemerintah Indonesia.
Kota Dumai (Indonesia) dan Distrik Masjid Tanah/Telok Gong (Malaysia) menjadi destinasi penghubung jembatan tol tersebut. Pulau Rupat menjadi tempat yang akan dilewati oleh jembatan penghubung tersebut. Selama kurun waktu dua dekade terakhir, ekspos informasi proyek ini timbul dan tenggelam.
Kabar terakhir, Perdana Menteri Malaysia Mohammad Najib bin Tun Abdul Razak (yang dikenal dengan Najib Razak) kembali mem-follow up proposal rencana pembangunan infrastruktur ini kepada pemerintah Indonesia menjelang akhir era mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
Proyek ini bernilai sekitar US$ 12,75 miliar (sekitar lebih dari Rp165 triliun) yang rencananya akan dibiayai oleh salah satu bank besar asal Tiongkok yaitu Exim Bank of China.  Panjang total jembatan adalah sekitar 127,93 km, sepanjang 48,69 km akan melintasi Selat Malaka dan 79,24 km akan melalui Pulau Rupat, Kabupaten Bengkalis.
Jika jembatan ini terwujud, daratan Indonesia khususnya Sumatera akan terhubung melalui darat dengan daratan besar Eurasia. Visi konektivitas infrastruktur ASEAN sebagaimana tersebut dalam Rencana Induk Konektivitas ASEAN (Master Plan on ASEAN Connectivity) diperkirakan bakal terwujud.
Apalagi, jika JSS di masa depan menjadi kenyataan, konektivitas via darat yang diimpikan terhubung hingga ke Surabaya juga bakal terwujud.
Sumber: The Star Online Malaysia (www.thestar.com.my)
Dalam perkembangannya, opsi mode perhubungan ini berkembang. Malacca Strait Partners Sendirian Berhad (Sdn BhD) sebagai perusahaan yang menginisiasi proyek ini mengungkapkan bahwa di samping jembatan tol,  ada opsi lain juga yang ditawarkan yaitu berupa terowongan tol (tunnel) atau kombinasi jembatan dan terowongan tol.
Tentu saja, dua opsi lain tersebut mempunyai relasi pengaruh dengan konsekuensi biaya. Menurut Malacca Strait Partners Sdn BhD, perkiraan biaya untuk opsi pembangunan terowongan tol atau kombinasi jembatan dan terowongan adalah masing-masing  US$ 15 miliar Dan US$ 13,71 miliar. Mega proyek ini akan menjadikan konektivitas Sumatera-Semenanjung Malaysia menjadi konektivitas terpanjang di dunia.
Tidaklah mudah untuk mewujudkan mega proyek ini. Butuh waktu yang lebih lama agar proyek ini bisa terwujud. JSM bisa saja baru dimulai pada dekade mendatang. Ada banyak isu yang mesti diselesaikan sebelum mega proyek ini berjalan.
Terlebih, JSM merupakan infrastruktur lintas batas (cross-border infrastructure) dan melibatkan pemangku kepentingan dari kedua negara yaitu Indonesia dan Malaysia.
Mengingat karakteristik infrastruktur dan pembiayaannya, mekanisme Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU) atau Public Private Partnership (PPP) menjadi mekanisme populer yang biasanya digunakan.
Nama lainnya terkadang adalah Private Finance Initiative (PFI), kedua istilah tadi dipakai secara bergantian. Walaupun demikian, implementasi PPP juga tidak mudah dilakukan begitu saja secara mudah apalagi dalam konteks lintas batas.

Regulasi Minimum untuk JSM

Pembangunan infrastruktur tidak akan pernah lepas dari isu hukum atau regulasi. Bahkan, isu ini ada relasi dengan risiko regulasi yang mesti dimitigasi. Begitupun jikalau kita bicara soal pembangunan JSM.
Ada sejumlah regulasi minimum yang perlu diidentifikasi sebelum melangsungkan proyek ini. Identifikasi regulasi ini bisa diperoleh dari pertanyaan berikut ini:

  1. apa bentuk proyek tersebut?
  2. di mana proyek ini akan dilangsungkan?
  3. darimana pembiayaan ini akan diperoleh?
  4. bagaimana mekanisme kerjasama proyek ini?
  5. berapa lama proyek ini bisa terlaksana dan lama kerjasama proyek ini?

Hukum yang diidentifikasi adalah hukum Indonesia. Mengingat bahwa JSM adalah infrastruktur lintas batas, isu hukum, dan termasuk juga politik akan semakin kompleks jika meliputi juga Malaysia, selain Indonesia.

Bentuk Proyek

Mega proyek JSM berbentuk pembangunan infrastruktur jembatan tol atau jalan tol penghubung dua wilayah di Indonesia dan Malaysia. Peraturan Pemerintah (PP) No. 15/2005 tentang Jalan Tol sebagaimana diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah No. 43/2013 (PP Jalan Tol) menjadi regulasi utama yang mesti diperhatikan dalam membangun jembatan tol atau jalan tol di sisi wilayah Indonesia.
Selain jembatan tol, sebenarnya mega proyek ini bisa dibuat bundling dengan menggabungkan pembangunan infrastruktur kereta api lintas negara Indonesia-Malaysia, pipa saluran air minum, pipa minyak dan gas, kabel listrik, dan kabel telekomunikasi dan informatika.
Proyek infrastruktur gabungan ini dimungkinkan berdasarkan Peraturan Presiden No. 38/2015 tentang Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur (Perpres KPBU).
Di samping PP Jalan Tol, tentu saja UU No. 23/2007 tentang Perkeretaapian (UU Perkeretaapian), PP No. 122/2015 tentang Sistem Penyediaan Air Minum (PP SPAM), UU No. 22/2001 tentang Minyak dan Gas (UU Minyak dan Gas), UU No. 36/1999 tentang Telekomunikasi (UU Telekomunikasi), UU No. 30/2009 tentang Ketenagalistrikan (UU Ketenagalistrikan), dan UU No. 11/2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) adalah sejumlah regulasi minimum yang mesti dipatuhi juga ketika hendak membuat proyek infrastruktur gabungan (bundling project) yang melintasi Selat Malaka dalam satu area proyek. Sejauh ini, mega proyek JSM belum meliputi soal bundling project dengan penyediaan sektor infrastruktur lain.  
Di samping bundlingproject tadi, di area sekitar titik penghubung (Dumai dan Masjid Tanah) bisa saja dibuat kawasan perkotaan, fasilitas kesehatan, sarana olahraga, perumahan, dan pendidikan tergantung perencanaan kebutuhan.
Penyediaan fasilitas ini mengacu kepada Perpres KPBU dan Peraturan Menteri Keuangan No. 109/2015 tentang Pembayaran Ketersediaan Layanan Dalam Rangka KPBU Dalam Penyediaan Infrastruktur, di samping regulasi utama yang berasal dari sektor masing-masing.

Geografi Lokasi

Dari aspek geografi, lokasi JSM akan dibangun, regulasi yang mesti dipatuhi cukup kompleks. Mengingat jembatan akan melintasi Selat Malaka, rezim ketentuan Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Hukum Laut atau United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS) 1982 sudah pasti harus menjadi perhatian dan dipatuhi.
Selat Malaka adalah selat perairan internasional di mana sekitar 70.000 kapal per tahun melayarinya (Xiabo Qung dan Qian Meng, 2012). Selat ini merupakan selat strategis yang menjadi konektor dunia bagian barat dan bagian timur. Indonesia dan Malaysia harus memberikan notifikasi kepada Organisasi Maritim Internasional (International Maritime Organization-IMO) untuk membangun mega proyek JSM ini.
Indonesia sendiri sudah meratifikasi UNCLOS 1982 melalui UU No. 17/1985. Regulasi khusus laut pun sudah ada yaitu UU No. 5/1983 tentang Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE), UU N. 6/1996 tentang Perairan dan UU No. 32/2014 tentang Kelautan.
Hal terpenting yang mesti dipatuhi adalah soal penghormatan terhadap prinsip kebebasan dan keamanan berlayar (freedom and security of navigation) dan perlindungan lingkungan serta ekosistem laut terkait dengan pembangunan dan operasionalisasi JSM di Selat Malaka.
Mengingat mega proyek ini bersifat lintas batas dan berada di perairan internasional, UU No. 43/2008 tentang Wilayah Negara pun akan berlaku terkait dengan perbatasan wilayah.
Secara politik, respon pro kontra pembangunan JSM di selat internasional ini sudah bermunculan dan diperkirakan akan terus terjadi di masa mendatang. Tantangan utama mega proyek ini hampir pasti berasal dari IMO, negara-negara pengguna Selat Malaka (user states), dan pegiat lingkungan.
Tantangan ini alangkah baiknya direspon salah satunya dengan alternatif bentuk opsi proyek yang lain relevan misalnya terowongan bawah laut seperti Channel Tunnel Rail Link (CTRL) yang dikenal dengan Euro Tunnel yang telah terealisasi antara Inggris dan Perancis di bawah dasar laut Selat Dover. Cara ini dianggap tidak mengganggu kebebasan dan keamanan berlayar serta ekosistem laut di sekitar selat tersebut.
Peta kepadatan Selat Malaka (Sumber: www.marinevesseltraffic.com)
 
Regulasi penting lain yang mesti dikaji secara serius dan dipatuhi terkait dengan aspek geografi adalah UU No. 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU Lingkungan Hidup).
UU ini merupakan blanket regulation yang meliputi semua proyek dan bangunan komersial yang dibangun di darat dan di perairan atau laut. Mengingat bahwa Pulau Rupat merupakan pulau dengan luas sekitar 1.500 km2 dan di dalam pulau tersebut terdapat perkebunan dan hutan gambut, di samping UU UU Lingkungan Hidup, regulasi juga penting untuk diperhatikan yaitu setidaknya UU No. 27/2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil sebagaimana diubah dengan UU No. 1/2014 (UU Pesisir), Peraturan Pemerintah No. 71/2014 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut, UU No. 41/1999 tentang Kehutanan dan UU No. 39/2014 tentang Perkebunan.
UU yang tidak kalah pentingnya lagi adalah UU No. 2/2012 tentang Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum karena sebagian aset-aset infrastruktur ini diadakan melaui proses pengadaan tanah.
Simak bagian selanjutnya: Simak Bagian Sebelumnya: Jembatan Selat Malaka: Identifikasi Regulasi dan Risikonya (Bag.2)
============================================================================
Sumber : https://www.selasar.com/
Terbit pada : Senin, 06 September 2016
Tautan online: https://www.selasar.com/ekonomi/jembatan-selat-malaka-identifikasi