preloader

Penyusunan Argumentasi dan Abstrak dalam Jurnal Ilmiah

Selain menjadikannya sebagai rujukan, para akademisi Indonesia juga diharapkan dapat berkontribusi dalam percakapan akademis internasional melalui penulisan dalam jurnal ilmiah internasional. Membaca tantangan itu, STH Indonesia Jentera bersama Lexika—organisasi nirlaba yang bertujuan membantu cendekiawan Indonesia untuk dapat menulis karya ilmiah dalam bahasa Inggris dengan baik—mengadakan pelatihan “Pivotal Skills in Academic Writing”. Pelatihan ini ditujukan bagi mahasiswa S1, S2 dan S3, dan akademisi yang sedang dalam proses mempublikasikan karyanya di jurnal dengan peer-review.
 
Bagaimanakah cara membangun argumen dalam penulisan jurnal ilmiah internasional? Pertanyaan itu memantik diskusi beberapa peserta dengan latar belakang disiplin yang berbeda-beda di salah satu ruangan kelas STH Indonesia Jentera pada Selasa, 18 Oktober 2016. Upik Djalins, PhD dari Lexika memandu dengan memberikan beberapa bahan bacaan. Peserta membedah argumentasi yang diajukan dari beberapa penulis dengan menguraikan claim dan evidence yang terpapar dalam jurnal ilmiah internasional. Tidak berhenti di situ, peserta juga diminta untuk menuliskan ulang argumen dalam naskah akademis yang dibawanya untuk dibahas bersama. Dengan demikian, peserta semakin memahami struktur argumentasi. Selain itu, peserta juga mendapat informasi baru terkait tulisan akademis peserta lain.
 
Argumentasi tersebut juga harus terlihat jelas dalam abstrak. Abstrak menjadi bagian penting dalam penulisan jurnal ilmiah karena itulah yang biasanya dilihat oleh pembaca dan editor jurnal ilmiah. Dengan hanya membaca abstrak, pembaca—termasuk editor—sebaiknya bisa mendapat gambaran dari keseluruhan tulisan dalam artikel yang bersangkutan. Demikianlah yang diutarakan oleh Upik Djalins, PhD pada Rabu, 19 Oktober 2016. Untuk lebih memahaminya, peserta diberikan beberapa contoh abstrak yang diambil dari jurnal ilmiah. Peserta pun mengurai satu per satu abstrak itu. Seperti hari sebelumnya, peserta diminta untuk menuliskan kembali abstrak yang sudah dibuat sesuai dengan informasi yang baru didapat. Dari situ, peserta mendapat tanggapan dari narasumber dan peserta lain.
 
Selesai bicara soal abstrak, peserta diajak melihat perangkat lunak yang memudahkan akademisi menuliskan rujukan. Perangkat ini dapat membantu para akademisi untuk menuliskan kutipan dan daftar pustaka sehingga menghindari plagiarisme. Beberapa panduan agar tidak terjebak dalam penulisan plagiarisme turut dibahas. Tentu saja, diskusi itu juga membawa pembicaraan lain seputar etika akademis. Pelatihan selama dua hari itu diakhiri dengan cara pencarian jurnal ilmiah yang sesuai dengan bidang ilmu dan juga disiplin yang dianut para akademisi. Pelatihan ini mengingatkan kembali peran akademisi untuk berkontribusi pada percakapan ilmu dan pentingnya memiliki komunitas peer-review agar bisa terus mengembangkan ilmu pengetahuan yang dimiliki. (APH)