preloader

Pengajar Jentera Terlibat Aktif dalam Upaya Penguatan Pendidikan Hukum di Indonesia Timur


Pengajar STH Indonesia Jentera, Bivitri Susanti, menjadi salah satu narasumber dalam salah satu sesi Week for Indonesia-Netherlands Education and Research (WINNER) bertajuk “From Knowledge to Practice Through Strengthening Legal Education” pada Rabu (25/11/2020). Sesi tersebut menjabarkan progres dari program Strengthening Legal Education in Eastern Indonesia (SLEEI) dalam merangsang partisipasi dan kepemilikan lokal, memberdayakan kolega di universitas yang kurang mampu, dan menyesuaikan pengetahuan dari penelitian internasional dengan tuntutan lokal.
Program SLEEI merupakan proyek kolaborasi antara STH Indoensia Jentera dengan Van Vollenhoven Institute Universitas Leiden, Fakultas Hukum UGM, dan Royal Tropical Institute (KIT) selama dua setengah tahun sejak Juni 2019 hingga Desember 2021 untuk menguatkan pendidikan tinggi hukum di wilayah timur Indonesia.
Selain Bivitri, hadir enam narasumber lainnya, yakni Head of Department of the Van Vollenhoven Institute, Leiden University, Adriaan Bedner; pengajar Universitas Patimura Ambon, Revency Rugebregt; Senior Researcher Van Vollenhoven Institute, Leiden Law School, Leiden University, Jacqueline Vel; pengajar Universitas Airlangga, Herlambang Wiratraman; pengajar Universitas Kristen Wira Wacana Sumba, Rambu L.K.R. Nugrohowardhani; dan Adult education and rural innovation specialist at the Royal Tropical Institute (KIT), Amsterdam, Laurens van Veldhuizen.
Sesi tersebut dibuka dengan penjabaran alasan program SLEEI berfokus di daerah Indonesia bagian timur. Hal utama yang mengemuka adalah daerah Indonesia bagian timur merupakan daerah terluar dan berbatasan dengan negara tetangga, yang juga memiliki kekayaan alam, dan menjadi target eksploitasi. Walaupun kaya akan hasil bumi, masyarakat di daerah tersebut masih banyak yang hidup di bawah garis kemiskinan dan termarginalisasi, baik secara ekonomi hingga politik. Dengan tipologi daerah yang juga kaya akan kekhasannya, tidak jarang juga dijumpai adanya disharmoni antara hukum negara dengan hukum adat yang dianut oleh masing-masing daerah tersebut. Atas dasar tersebut, program yang didanai oleh Orange Knowledge Program Nuffic dengan dana dari Pemerintah Belanda ini kemudian berkolaborasi dengan tiga universitas, yakni Universitas Mataram, Universitas Kristen Wira Wacana Waingapu, Universitas Kristen Artha Wacana Kupang, dan Universitas Pattimura Ambon.
Upaya penguatan pendidikan hukum di daerah Indonesia bagian timur kemudian didasarkan pada beberapa hal. Berdasarkan survei yang melibatkan mahasiswa, pengajar, hingga karyawan, didapat beberapa prioritas yang diantaranya adalah peningkatan metode pengajaran yang lebih interaktif, pembaruan konten pembelajaran, responsif terhadap konteks lokal, peningkatan kemampuan dalam hal analisis hukum, peningkatan keterampilan menulis dan berbahasa asing, peningkatan keterampilan teknologi informasi, pengetahuan tentang isu gender, dan analisis permasalahan yang sifatnya struktural.
Bivitri sendiri kemudian ikut terlibat dalam beberapa sesi pelatihan, salah satunya perihal kemahiran hukum. Pelatihan tersebut berorientasi agar mahasiswa dan lulusan fakultas hukum memiliki kemampuan dan berkontribusi untuk mensosialisasikan dan mendukung rule of law, serta penyediaan layanan hukum yang dibutuhkan oleh masyarakat setempat. Bivitri menegaskan bahwa kemampuan tersebut berfokus pada mengembangkan penalaran hukum yang sehat dan bukan kemampuan mencari celah hukum yang berujung pada tindak korupsi. Bivitri juga menambahkan bahwa pelatihan tersebut tidak hanya menjadi sarana untuk menyebarluaskan informasi pada mahasiswa, namun juga bagaimana menggunakan dan memanfaatkan informasi dan sumber hukum tersebut dalam upaya pembentukan kemahiran hukum.