preloader

Mengenal European Union Green Bond Standard 2018

Sekolah Tinggi Hukum Indonesia Jentera, Universitas Leiden Belanda, dan Himpunan Konsultan Pasar Modal (HKHPM) menyelenggarakan seminar internasional bertajuk “The European Union Green Bond Standard 2018” pada Rabu (15/11/2023) di Hotel Des Indes, Jakarta. Hadir sebagai narasumber dalam diskusi tersebut adalah Professor Financial Law University of Leiden Prof. Bart Joosen dan Partner di firma hukum Hadiputranto Hadinoto & Partners yang juga merupakan Anggota HKHPM Iqbal Darmawan, serta Pengajar STH Indonesia Jentera Aria Suyudi sebagai moderator. 

Agenda seminar dibuka dengan paparan kunci yang disampaikan oleh Direktur Penilaian Emiten dan Perusahaan Publik Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Kunwidarto. Dalam sambutannya, Kunwidarto berharap seminar ini dapat memberikan wawasan terkait pengaturan dan praktik green bond di Uni Eropa serta menjadi masukan untuk sistem keuangan dalam negeri terkait perkembangan instrumen keuangan berkelanjutan. Selaras dengan itu, Ketua STH Indonesia Jentera Arief Surowidjojo juga berharap seminar ini menjadi media pertukaran pengetahuan terkait praktik green bond di Eropa dan kondisi likuiditas di Indonesia dan mendorong pasar untuk berkomitmen mendorong penerapan green economy

Dalam paparannya, Prof. Bart menjabarkan sistem dan praktik obligasi ramah lingkungan di Eropa. Sistem dan praktik tersebut berlandaskan pada beberapa standar penerbitan obligasi, antara lain yang diterbitkan oleh International Capital Markets Association (ICMA) dan konsep kualifikasi hijau yang dilambangkan dengan pewarnaan hijau gelap, sedang, dan hijau muda. ICMA merupakan organisasi privat yang diinisiasi oleh beberapa pemain kunci debt capital markets seperti lembaga penjamin emisi, lembaga keuangan, dan lembaga perdagangan yang berfokus pada penyediaan regulasi yang komprehensif dan monitoring terhadap isu-isu yang relevan dengan praktik pasar serta fungsi international debt capital markets

Sejak 2014 lalu, ICMA menerbitkan Green Bond Principles (GPB) yang berfokus pada obligasi berwawasan lingkungan dan pencapaian tujuan ekologis. GPB terus dikembangkan seiring dengan masalah dan fenomena baru yang dihadapi. GPB versi terbaru dirilis pada 2021 yang memuat seperangkat prinsip bersama dalam bingkai standar sukarela sektor privat. Dalam standar tersebut, selain Green Bonds juga terdapat Social Bonds, Sustainability Bonds, dan Sustainability-linked Bonds

Prof. Bart kemudian menyebut bahwa masih terdapat kekhawatiran di kalangan pembuat kebijakan terkait kepatuhan dan konsistensi industri dan pasar obligasi terhadap prinsip-prinsip yang termuat dalam standar tersebut. Kekhawatiran tersebut juga mencakup bagaimana pelaku industri dan pasar obligasi menafsirkan standar dan pembiayaan proyek ramah lingkungan pada portofolio yang tengah disusun atau dikerjakan. 

Pada praktiknya, Prof. Bart mengungkapkan, bahwa terdapat kriteria tingkat kehijauan sebagai ukuran industri dan pasar obligasi menjalankan standar green bonds. Pada tingkat dark green, terdapat komitmen kuat dari pelaku untuk mengupayakan pendanaan proyek ramah lingkungan, memiliki tujuan ekologis, dan dapat dicapai secara terukur di masa mendatang. Sedangkan pada tingkatan light green, masih terdapat keraguan dalam hal pencanangan proyek berwawasan lingkungan yang berkelanjutan. 

Berkenaan dengan hal tersebut, Prof. Bart menyebut bahwa dibutuhkan standar wajib obligasi hijau untuk menjamin terselenggaranya green economy dan bukan hanya greenwashing. Standar wajib dapat diimplementasikan baik secara regional maupun global yang diiringi dengan audit teknis secara berkala dan mekanisme penegakan hukum yang tegas guna memastikan industri dan pasar obligasi yang berstandar tujuan ekologis.