preloader

Meneropong Persaingan Usaha Sektor E-Commerce di tengah Pandemi Covid-19


Pandemi Covid-19 yang mewabah ke seluruh dunia, termasuk Indonesia, kemudian banyak merubah pola kehidupan. Salah satu yang tentu sangat berpengaruh adalah penggunaan teknologi untuk menunjang kehidupan sehari-hari yang beberapa di antaranya menjadi terbatas oleh karena pandemi. Dalam hal perdagangan misalnya, perdagangan melalui sistem elektronik atau yang kita kenal dengan e-commerce menjadi kian marak. Laman Web Data Reportal melansir terjadinya big jump atau lompatan besar dalam aktivitas digital di seluruh dunia, termasuk akselerasi belanja secara daring melalui platform e-commerce.
Penggunaan media daring untuk aktivitas belanja yang kian marak, tentu mendorong adanya kompetisi di antara penyedia jasa. Persaingan tersebut juga tentu berpotensi untuk melahirkan permasalahan hukum. Apabila permasalahan tersebut tidak segera dipetakan dan dicari solusinya, maka bukan tidak mungkin akan mengganggu iklim berusaha dalam lingkup daring. Terlebih, pengguna media daring untuk berdagang kini juga dilirik oleh pelaku sektor UMKM, sehingga perlu untuk dicermati bagaimana iklim usaha melalui media daring tersebut bekerja.
Berangkat dari fenomena tersebut, STH Indonesia Jentera bekerjasama dengan Kantor Wilayah III KPPU-RI Bandung dan laman Hukumonline menyelenggarakan webinar bertajuk “Meneropong Persaingan Usaha Sektor E-Commerce di tengah Pandemi Covid-19” pada Jumat (3/7/2020) melalui laman zoom. Hadir sebagai narasumber dalam diskusi daring tersebut adalah Ketua KPPU-RI, Kurnia Thoha, Ketua Bidang Ekonomi Digital Indonesia E-Commerce Association (idEA), Bima Laga, dan Ketua Bidang Studi Hukum Bisnis STH Indonesia Jentera, M. Faiz Aziz. Diskusi tersebut dipandu oleh Direktur Eksekutif PSHK, Gita Putri Damayana, sebagai moderator.
Dalam diskusi tersebut, Kurnia Thoha yang berbicara berdasarkan temuan KPPU-RI, menerangkan bahwa persaingan usaha pada sektor e-commerce secara umum masih dalam kondisi sehat. Namun Kurnia kemudian juga menggaris bawahi beberapa potensi permasalahan yang dapat muncul yakni penetapan harga tidak wajar, kerja sama antar pesaing dan transaksi merger serta akuisisi. Beberapa hal tersebut selaras dengan poin-poin praktik persaingan usaha yang dilarang seperti yang tercantum dalam UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
Dari sudut pandang pelaku usaha pada laman e-commerce, Bima Laga cenderung menyoroti bagaimana regulasi yang kaku dan berjumlah banyak dapat menghambat daya saing antara platform e-commerce lokal dengan asing. Regulasi seharusnya memberikan keleluasaan dan perlakuan yang seimbang antara platform lokal dan asing, sehingga tercipta daya saing yang sehat dan progresif. Bima juga menambahkan bahwa perlakuan yang seimbang dapat dimulai dengan kemudahan pemberian izin usaha untuk pelaku usaha lokal.
Dari tinjauan akademis, M. Faiz Aziz menyoroti perlunya penyesuaian regulasi persaingan usaha yang tercantum dalam UU No. 5 Tahun 1999 dengan kondisi kontemporer di mana teknologi marak berkembang dan dimanfaatkan untuk berbagai hal, salah satu dalam hal berusaha. Ia menilai, regulasi yang telah ada lebih mengacu pada perdagangan secara fisik. Terkait perlindungan UMKM dalam persaingan usaha pada platform e-commerce, Aziz juga menegaskan perlunya landasan hukum terkait relasi antara UMKM dengan platform penyedia baik lokal maupun asing.
Baik Bima maupun Aziz kemudian bersepakat perihal perlunya perlindungan pelaku usaha lokal maupun UMKM pada platform e-commerce, terlebih pada situasi pandemi. Jika Aziz memberikan penegasan soal regulasi yang memadai, Bima kemudian menyoroti perihal pemberian insentif pendanaan, kesesuaian pajak dan insentif non-materiil seperti pembinaan, pendampingan dan pemahaman regulasi.
Diskusi daring tersebut diikuti lebih dari seratus peserta dari berbagai bidang. Diskusi tersebut juga dapat disaksikan ulang di kanal Youtube Sekolah Tinggi Hukum Indonesia Jentera.