preloader

Mata Kuliah Hukum Pidana

Prof. Mardjono Reksodiputro, anggota Senat Guru Besar Sekolah Tinggi Hukum Indonesia Jentera memaparkan perjalanan sejarah hukum pidana Indonesia. Dalam pemberian mata kuliah hukum pidana yang berlangsung di Kampus Jentera itu, ia menjelaskan bahwa Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) diadopsi dari Wetboek van Strafrecht (WvS-HB) untuk Hindia Belanda pada 1918. Itu sudah terjadi nyaris satu abad yang lalu. Teks otentik itu tentu dibuat dalam bahasa Belanda, kemudian diterjemahkan secara tidak resmi dan juga terdapat beberapa versi penerjemahan. “Adapun catatan saya ini, bukanlah mengada-ada hal yang kecil. Menurut saya dalam dunia hukum, maka bahasa adalah utama,” ia mengutip makalah yang ia persiapkan untuk kuliah pada 7 April 2016.
Usaha untuk memperbaikinya sudah berlangsung selama 31 tahun, Prof. Mardjono menjelaskan panjang-lebar diskusi pembahasannya sampai muncul Rancangan KUHP 2014. Ia menambahkan kritik-kritiknya terhadap rancangan itu, yaitu tentang akan berlakunya “delik adat”, tentang adanya pasal-pasal yang dianggap akan melemahkan kebebasan menyampaikan pendapat (terutama delik yang berkaitan dengan pers), dan bab khusus tentang delik korupsi yang dianggap sebagai “bencana” terhadap legitimasi adanya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Berlanjut ke Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), ia menjelaskan awalnya berlaku Het Herziene Indonesisch Reglement (HIR) untuk Hindia Belanda. Ada usaha untuk memperbaiki sistem peradilan pidana di Indonesia, tetapi terhambat dengan masuknya pemerintahan militer Jepang yang dikenal keras dan bengis. Kini, usaha untuk memperbaikinya masih berjalan. Dalam Rancangan KUHAP 2014, ada beberapa kritik yang diajukan Prof. Mardjono, yaitu terkait kewenangan JaksaPenuntut Umum (JPU) dan Hakim Pemeriksa Pendahuluan (HPP).

Gallery slideGallery slideGallery slideGallery slideGallery slideGallery slideGallery slide