preloader

Cerita Yusman atas Tuduhan Kasus Pembunuhan

Senin, 30 Oktober 2017 Kelas Hukum Acara Pidana mengundang narasumber yang penting dalam proses pembelajaran di kelas. Pada sesi materi pembuktian, Yusman Telaumbanua hadir untuk bercerita tentang kasusnya yang sempat ramai diberitakan karena ia dijatuhi hukuman mati atas tuduhan pembunuhan berencana dengan kondisi dirinya masih di bawah umur. Yusman didampingi pengajar Bidang Studi Hukum Pidana STH Indonesia Jentera dan Kepala Bidang Advokasi KontraS yang juga kuasa hukumnya, Putri Kanesia.
Sebelum memulai sesi kelas, mahasiswa diajak untuk menonton film terlebih dahulu, film yang diproduksi oleh KontraS tersebut bercerita tentang perjalanan kasus Yusman dari awal hingga proses upaya hukum yang dilakukannya. Setelah itu, Yusman kemudian bercerita tentang bagaimana asal mula dirinya dituduh melakukan pembunuhan berencana. Ia yang semula hanya menjadi informan soal jual-beli hewan peliharaan, malah dituduh sebagai aktor utama pembunuhan tiga orang, polisi bahkan tidak mampu menangkap pembunuh sebenarnya. Selama proses persidangan, Yusman juga mengalami banyak kekerasan dan penyiksaan. Ketidakadilan lainnya yang diceritakan oleh Yusman adalah selama proses persidangan, ia tidak didampingi oleh penerjemah yang mumpuni. Ia pada saat itu tidak menguasai Bahasa Indonesia karena sebagai warga Nias, ia hanya dapat berkomunikasi dengan Bahasa Nias. Sehingga selama proses persidangan, hingga pembacaan putusan oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Gunungsitoli, Yusman tidak mengetahui apa yang sedang ia hadapi sampai akhirnya ia mengetahui bahwa ia divonis hukuman mati ketika sudah mendekam di penjara.
Kemudian ia juga menceritakan bahwa sebelum kasusnya ditangani oleh KontraS, pengacara sebelumnya justru tidak memperjuangkan nasibnya. Ia menceritakan bahwa justru usulan hukuman mati diajukan oleh pengacaranya sendiri, karena menurutnya Yusman tidak layak mendapakatkan hukuman 20 tahun penjara bahkan Yusman dianggap tidak layak hidup.
Tentu yang paling menarik adalah upaya dari pihak penyidik untuk memalsukan identitas Yusman yang kala menjalani persidangan masih di bawah umur. Tentu pelaku kejahatan yang masih di bawah umur tidak dapat dijatuhi hukuman mati sebagaimana diatur dalam UU Sistem Peradilan Anak. Oleh pihak berwajib, usia Yusman diubah menjadi 19 tahun agar dapat dituntut layaknya orang dewasa. Hal ini menurutnya dilakukan karena pihak berwajib tidak mampu menangkap pelaku aslinya. Kasusnya kemudian berkembang ketika ditemukan bukti baru dari hasil lab gigi yang menunjukkan usia asli seorang Yusman.
Dari penuturannya, mahasiswa kemudian diberi tugas untuk menganalisis penyelewengan apa yang terjadi pada persidangan kasus Yusman. Secara khusus mahasiswa diminta untuk melakukan analisis terhadap alat bukti apa saja yang digunakan oleh penyidik untuk membuktikan bahwa Yusman adalah pelaku pembunuhan berencana hingga akhirnya dijatuhi hukuman mati.
Banyak pelajaran yang dapat dipetik dari kasus Yusman Telaumbanua. Salah satu yang paling penting adalah perlu adanya pengawasan dan pendidikan yang lebih dalam terhadap aparat penegak hukum agar tidak semena-mena dalam menerapkan hukum. Masyarakat yang buta terhadap hukum juga perlu mendapatkan akses terhadap bantuan hukum yang baik, jangan sampai kemudian penasihat hukum justru mendorong terjadinya ketidakadilan sebagaimana yang dialami oleh Yusman dengan pengacaranya yang lama, sebelum kemudian kasusnya diambil alih oleh KontraS.(DMI)