preloader

Nasib RUU Jakarta di Tahun Politik

Salah satu implikasi pemindahan ibu kota negara sesuai dengan UU No.3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara (UU IKN) adalah menentukan status Jakarta setelah tidak lagi berkedudukan sebagai ibu kota. Penentuan status tersebut dilakukan melalui perubahan UU No.29 Tahun 2007 tentang Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta sebagai Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia (UU DKI Jakarta). UU IKN menentukan perubahan UU DKI Jakarta dilakukan paling lambat dua tahun sejak UU IKN diundangkan.

Waktu yang Sangat Sempit

Terdapat dua materi penting dalam Pasal 41 UU IKN berhubungan dengan penyusunan undang-undang yang akan mengatur Jakarta setelah tidak menjadi ibukota. Pertama, batas waktu penyusunan undang-undang Jakarta (RUU Jakarta). Kedua, pengaturan kekhususan Jakarta. Pasal 41 ayat (2) mengatur bahwa “paling lama 2 (dua) tahun sejak Undang-Undang ini diundangkan, Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2OO7 tentang Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta sebagai Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia diubah sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini.” Selanjutnya Pasal 41 ayat (4) mengatur “perubahan undang-undang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mengatur kekhususan Jakarta.”

Terkait dengan batasan waktu, muncul pertanyaan mampukah DPR bersama Pemerintah dan DPD menyelesaikan penyusunan RUU Jakarta tepat waktu? UU IKN diundangkan pada 15 Februari 2022 sehingga apabila mengacu Pasal 41 ayat (2) maka batas waktu penyusunan RUU Jakarta tersebut paling lama sampai dengan 14 Februari 2024.

Dalam situasi normal, tersisa waktu kurang dari delapan bulan terhitung dari Juni 2023 untuk menyusun undang-undang tersebut. Waktu yang sangat singkat untuk membahas dan mendesain arah pengaturan Jakarta ke depan, terlebih lagi di dalam sisa waktu tersebut ada agenda politik besar yaitu pemilu legislatif dan pemilu presiden.

Apabila merujuk pada jadwal tahapan pemilu dari Komisi Pemilihan Umum, masa kampanye akan dimulai 20 November 2023 sampai dengan 10 Februari 2024. Dilanjutkan masa tenang dari 11 sampai dengan 13 Februari dan pemungutan suara pada 14 Februari 2024. Pada masa kampanye sudah bisa dipastikan bahwa anggota DPR akan fokus pada kegiatan tersebut baik untuk pemilu legislatif maupun pemilu presiden. Bahkan saat ini pun kesibukan menjelang pemilu sudah sangat terlihat.

Waktu yang tersisa semakin sedikit apabila dihitung hanya sampai dimulainya masa kampanye pada 20 November 2023. Bulan Juli 2023, agenda DPR adalah masa reses di mana anggota DPR melakukan kegiatan di daerah pemilihan masing-masing dan tidak ada agenda rapat/persidangan DPR. Sidang akan dimulai kembali pada 16 Agustus 2023 ditandai dengan pembukaan masa sidang DPR. Dari tanggal pembukaan ini maka masa sidang DPR hanya akan berlangsung sekitar dua bulan sehingga kemungkinan akan selesai pada akhir Oktober atau awal November 2023.

Setelah masa sidang sekitar dua bulan, DPR akan kembali memasuki masa reses. Dari sini dapat diketahui bahwa hanya ada waktu efektif sekitar dua bulan untuk membahas undang-undang Jakarta. Sementara pembahasan RUU Jakarta harus dimulai dari tahapan awal yaitu terlebih dahulu memasukkan sebagai RUU Prioritas 2023. Mengingat RUU Jakarta tidak menjadi RUU Prioritas 2023 yang telah ditetapkan pada akhir 2022 sehingga hal ini akan memerlukan waktu untuk merevisi daftar prioritas 2023.

Solusi Masalah dan Masa Depan Jakarta

Sisa waktu tersebut tidak sebanding dengan beban undang-undang Jakarta yang harus melakukan pengaturan masa depan Jakarta setelah tidak lagi menjadi ibukota negara. UU IKN telah mengatur juga bahwa Jakarta setelah tidak menjadi ibu kota akan tetap diberikan kekhususan. Pengaturan kekhususan untuk Jakarta tersebut berarti bahwa dari sisi desentralisasi, Jakarta akan diatur secara berbeda atau asimetris dengan daerah lain. Pembedanya ditentukan oleh kekhususan yang akan diberikan kepada Jakarta.

Tentu tidak sulit menentukan kekhususan mengingat peran Jakarta selama ini sebagai ibu kota negara, pusat pemerintahan dan pusat ekonomi serta bisnis nasional. Setelah tidak lagi menjadi ibu kota dan pusat pemerintahan maka peran utama Jakarta yang tersisa yaitu sebagai pusat ekonomi dan bisnis nasional. Dalam berbagai forum, Presiden Joko Widodo menyampaikan fungsi Jakarta setelah tidak menjadi ibukota adalah sebagai pusat ekonomi dan bisnis.

Tantangannya adalah untuk merumuskan pengaturan yang mendukung pencapaian Jakarta sebagai pusat ekonomi dan bisnis nasional. Secara garis besar ada dua hal yang menjadi sasaran pengaturan RUU Jakarta yaitu menyelesaikan problem Jakarta selama ini dan mendesain tata kelola Jakarta sebagai pusat ekonomi dan bisnis dengan jangkauan global. Keinginan mewujudkan Jakarta sebagai pusat ekonomi dan bisnis tentu harus bersaing dengan berbagai kota di negara-negara lain.

Permasalahan Jakarta selama ini apabila tidak diselesaikan tentu akan menghambat laju perkembangan Jakarta. Di sisi lain peran baru Jakarta memberikan konsekuensi pengaturan yang mampu mewujudkan tata kelola Jakarta sejajar dengan kota global lainnya di berbagai negara. Pengaturan kedua hal tersebut akan ditentukan oleh DPR dan pemerintah melalui pembahasan undang-undang Jakarta dengan sisa waktu hanya dua bulan.

Keterbatasan waktu tersebut akan diperburuk dengan konsentrasi anggota DPR yang akan mencalonkan kembali dalam pemilu 2024. Tentu waktu yang tersedia dan fokus anggota DPR sangat tidak ideal bagi pembahasan undang-undang yang akan menentukan nasib Jakarta ke depan. Apabila dipaksakan dibahas dalam waktu dua bulan tersebut karena untuk memenuhi tenggat waktu 14 Februari 2024, akan mempertaruhkan kualitas pengaturan Jakarta ke depan dalam undang-undang.

Memaksakan pembahasan dalam waktu yang sangat sempit, selain mempertaruhkan substansi pengaturan, juga akan berdampak pada terbatasnya waktu bagi masyarakat berpartisipasi dalam proses penyusunan undang-undang Jakarta. Ketiadaan atau rendahnya partisipasi masyarakat akan menyebabkan lemahnya legitimasi undang-undang tersebut. Proses pembahasan UU Cipta Kerja dan UU IKN menjadi contoh proses yang terburu-buru dan dalam waktu yang singkat serta minim partisipasi berpengaruh terhadap rendahnya kualitas undang-undang.

Meaningful Participation atau Tunda Pembahasan

Dalam situasi ini, DPR dan pemerintah dihadapkan pada dua opsi. Pertama, DPR dan pemerintah tetap membahas dengan waktu singkat dan sisa energi anggota DPR di tahun politik. Kedua, menunda pembahasan sampai dengan agenda politik nasional selesai.

Opsi pertama akan memaksa DPR dan pemerintah bekerja super ekstra dalam waktu efektif selama sekitar dua bulan sampai dengan memasuki masa kampanye pemilu pada November 2023. Sedangkan apabila opsi kedua ditempuh maka akan menyebabkan tidak terpenuhinya ketentuan Pasal 41 ayat (2) UU IKN.

Apabila dicermati, nampaknya opsi pertama yang akan dipilih oleh DPR. Opsi ini akan mengorbankan partisipasi masyarakat mengingat waktu yang singkat. Tidak hanya soal pemenuhan aspek formil proses legislasi, akan tetapi ketiadaan partisipasi juga akan mempengaruhi penjaringan aspirasi masyarakat. Substansi pengaturannya akan memiliki kelemahan. Aspek pengaturan Jakarta dengan penerapan desentralisasi asimetris sebagai pusat ekonomi dan bisnis serta kota global memiliki jangkauan yang sangat luas. Setidaknya meliputi kedudukan otonomi Jakarta, kewenangan terkait kekhususan, struktur pemerintahan, politik, hukum, sosial dan budaya, keuangan daerah dan termasuk pengaturan kawasan aglomerasi (Bodetabek) yang juga memiliki relasi yang sangat kuat dari sisi ekonomi, sosial, budaya dan lingkungan dengan Jakarta.

Tantangan dari sisi substansi ini mengharuskan DPR dan pemerintah mengalokasikan waktu yang lebih banyak dengan penerapan partisipasi masyarakat yang bermakna (meaningful participation) untuk membahas undang-undang Jakarta. Apabila dipaksakan, DPR dan pemerintah harus sadar penuh konsekuensi atas hal ini sehingga komitmen kelembagaan dan individu anggota untuk menjalankan proses legislasi dengan transparan, akuntabel dan partisipatif mutlak diperlukan. Tanpa komitmen tersebut, langkah terbaik bagi penentuan nasib Jakarta ke depan adalah menunda pembahasan RUU Jakarta di tahun politik ini.

 

Sumber: https://www.hukumonline.com/berita/a/nasib-ruu-jakarta-di-tahun-politik-lt64a387cb5fa4a/?page=all 

Tanggal:  4 Juli 2023

Dipublikasikan oleh:

M. Nur Sholikin

Sholikin memperoleh gelar Sarjana Hukum dari Fakultas Hukum Universitas Indonesia pada 2003. Sebelumnya ia menjabat sebagai Direktur Eksekutif Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK) periode 2015–2019.