preloader

Tiga Mahasiswa Jentera Angkat Isu Krusial di Konferensi Sosio-Legal 2025

Tiga Mahasiswa STH Indonesia Jentera  — Edward Alberto, Euisna Wati, dan Salsabila Khairunisa — berpartisipasi dalam Konferensi Sosio-Legal Indonesia 2025 pada 23-24 Juni 2025 di Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta. Konferensi yang yang diselenggarakan oleh Asosiasi Studi Sosio-Legal Indonesia (ASSLESI) dan PANDEKHA FH UGM menghadirkan akademisi, peneliti, praktisi, dan mahasiswa dari seluruh Indonesia untuk memperkuat pendekatan hukum yang responsif terhadap konteks sosial dan mendorong keadilan substantif.

Dalam konferensi tersebut, Edward Alberto mempresentasikan penelitiannya yang bertajuk “Penyelesaian Hak Asuh Anak Perkawinan Campuran Pasca-Perceraian di Indonesia” yang menyoroti kompleksitas hukum lintas yurisdiksi yang muncul dalam perceraian antara Warga Negara Indonesia (WNI) dan Warga Negara Asing (WNA), terutama terkait hak asuh anak. Sengketa ini kerap memicu tindakan penculikan anak lintas negara atau international child abduction. Ketertarikan Edu pada tema ini berawal dari minatnya pada hukum perdata dan hukum internasional, serta didorong oleh latar belakang pribadi yang berkaitan dengan isu perceraian dan hak asuh anak.  

“Pendekatan sosio-legal sangat berguna karena mampu menormalisasi norma hukum agar lebih sesuai dengan kebutuhan masyarakat dengan mempertimbangkan aspek sosial, ekonomi, dan budaya,” ungkap Edu mengenai kesannya mengikuti Konferensi Sosio-Legal Indonesia 2025.

Sementara itu, Euisna Rahmawati mengangkat judul “Globalisasi Teknologi Kecerdasan Buatan dan Tantangannya terhadap Hukum Perdata Internasional dalam Kontrak Lintas Negara”. Dalam penelitiannya, Euis menekankan bahwa penggunaan AI dalam penyusunan kontrak diperbolehkan, selama tidak digunakan untuk menyusun versi final yang langsung mengikat secara hukum, terutama dalam perjanjian lintas yurisdiksi. Hal ini karena kontrak yang sepenuhnya dihasilkan AI berisiko merugikan salah satu pihak.

Euis menegaskan bahwa kontrak yang sah harus disusun dan disepakati secara sadar oleh para pihak yang terlibat. Proses ini penting untuk memastikan keabsahan perjanjian serta mencegah sengketa di kemudian hari.

Terakhir, Salsabila Khairunisa dalam penelitiannya mengeksplorasi bagaimana hukum berperan sebagai wadah kodifikasi kapital (code of capital) yang memfasilitasi proyek pembangunan ekstraktif di Indonesia. Dengan menjadikan Proyek Strategis Nasional (PSN) sebagai studi kasus dan menggunakan Teori Hukum Marxis sebagai pisau analisis, penelitiannya hendak menunjukkan bahwa hukum bukan lagi sekadar instrumen, melainkan telah menjadi prasyarat bagi proses akumulasi kapital dalam serangkaian proyek pembangunan tersebut. Minatnya pada tema ini berdasarkan ketertarikannya pada analisis ekonomi-politik. Menurut Abil —begitu Ia biasa disapa —pendekatan ini membantunya memahami permasalahan fundamental yang berakar pada basis material suatu kelompok masyarakat sebagai hakikat eksistensi mereka. 

Terakhir, Salsabila Khairunisa mengangkat judul “Merapal Kapital Ekstraktif dalam Tasbih Pasal dan Pasar” yang membahas peran hukum sebagai code of capital atau alat kodifikasi kapital yang memfasilitasi proyek pembangunan ekstraktif di Indonesia. Abil—begitu Ia biasa disapa—menggunakan Proyek Strategis Nasional (PSN) sebagai studi kasus dan menerapkan Teori Hukum Marxis sebagai kerangka analisis. Penelitiannya menunjukkan bahwa hukum tidak lagi hanya berfungsi sebagai instrumen, melainkan telah menjadi prasyarat utama dalam proses akumulasi kapital yang melekat pada proyek-proyek pembangunan tersebut.