preloader

Pesta Pendidikan: Hoaks dan Kebijakan Literasi Lintas Ilmu

2017 merupakan kali kedua Pesta Pendidikan (PEKAN) diselenggarakan setelah tahun sebelumnya sukses di Jakarta. Tahun ini, Bandung, Makassar, Yogyakarta, dan Ambon menjadi venue PEKAN yang akan ditutup di Jakarta pada Mei nanti. Memulai rangkaiannya di Bandung, Sekolah Tinggi Hukum Indonesia Jentera (STH Indonesia Jentera) bekerja sama dengan Pusat Studi Pendidikan dan Kebijakan (PSPK) menggelar diskusi dengan tajuk “Beranda PSPK: Hoax dan Kebijakan Literasi Lintas Ilmu” sebagai satu rangkaian acara PEKAN di Bandung pada Sabtu, 25 Februari 2017.
Talkshow dibuka oleh Ridwan Kamil (Walikota Bandung), ia menyampaikan tentang pentingnya budaya membaca untuk menghindari terjadinya salah informasi dan penyebaran informasi yang salah. Ia juga menekankan pentingnya peran keluarga dalam berbagi informasi dan kontrol terhadap hoaks.
Setelah itu, Prof. Furqon memberikan pemaparannya. Ia membahas tentang hasil riset terhadap minat baca dan dampaknya terhadap kemampuan akademik anak-anak di Indonesia yang juga rendah dalam berbagai skala dan ranking. Ia juga memaparkan upaya instansi pendidikan yang dipimpinnya (UPI) dalam membantu menaikkan budaya literasi masyarakat Indonesia, khususnya Provinsi Jawa Barat melaui program Kuliah Kerja Nyata (KKN) dan Program Pengabdian Masyarakat.
Menyambung Prof. Furqon. Roby Muhammad menjelaskan rendahnya budaya literasi dan maraknya penyebaran hoaks dari segi psikologi dan sosiologi. Ia memaparkan salah satu alasan dari mudahnya penyebaran hoaks di Indonesia didukung oleh faktor literasi yang masih rendah di Indonesia. Rendahnya budaya literasi menyebabkan masyarakat mudah terpancing terhadap isu-isu yang belum valid kebenarannya. Kemudian, ia menjelaskan bahwa hoaks sangat mudah tersebar karena memiliki karakteristik khusus yang mudah memancing orang untuk menyebarkannya. Hoaks bersifat provokatif dan menggugah emosi manusia ditambah dengan rendahnya budaya literasi untuk melakukan cek silang membuat hoaks sangat mudah tersebar. Jadi, ia menyimpulkan bahwa kita harus mampu menjaga diri dengan lebih sering melakukan cek silang atas informasi yang diterima, kemudian harus mampu menilai apakah suatu informasi layak disebar meskipun sudah tervalidasi kebenarannya.
Kemudian, Peneliti Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) dan Pengajar Sekolah Tinggi Hukum Indonesia Jentera (STH Indonesia Jentera), Miko Susanto Ginting, menjelaskan fenomena hoaks dari sudut pandang hukum pidana. Ia menjelaskan peraturan-peraturan yang mengatur tentang hukum pelaku penyebaran hoaks. Tidak hanya itu, ia juga menjelaskan definisi hoaks yang diatur dalam undang-undang dan macamnya. Di akhir pemaparan, ia menjelaskan posisi hukum pidana dalam fenomena hoaks sejatinya harus dipahami sebagai pintu terakhir. Hukum pidana hanya menghukum pelaku, sedangkan dampak dari hoaks sendiri sudah tersebar luas. Menurutnya, sebelum berbicara tentang hukuman untuk pelaku, kita perlu memperkuat tindakan preventif dengan mengedukasi keluarga dan lingkungan sekitar agar tidak terlibat dalam penyebaran informasi hoaks.
Pembicara terakhir adalah Dr. Elih Sudiapermana, Kepala Dinas Pendidikan Kota Bandung. Ia menjelaskan tentang strategi Pemerintah Kota (Pemkot) Bandung dalam meningkatkan budaya literasi. Selain fokus pada pendidikan formal, Pemkot Bandung juga gencar untuk membangun perpustakaan di setiap kelurahan agar dapat dimanfaatkan oleh warga Bandung untuk membaca dan bersantai bersama keluarga. Selain itu, upaya kerjasama dengan berbagai kampus di Bandung juga dipaparkan agar program KKN tidak hanya dilaksakan di luar Bandung atau bahkan di luar provinsi. Bandung sendiri masih membutuhkan pendampingan program pendidikan, khususnya peningkatan budaya literasi melalui KKN mahasiswa.
Di akhir acara, antusiasme peserta dapat dilihat dari banyaknya pertanyaan yang diajukan kepada narasumber. Bahkan, di antaranya banyak yang bertanya terkait dengan profesinya, seperti guru, kepala sekolah, siswa, dan mahasiswa.
 
Penulis: DMI
Editor: APH