preloader

Pengajar Jentera Beri Masukan tentang Ratifikasi Konvensi Penghilangan Paksa

Dua pengajar Sekolah Tinggi Hukum Indonesia Jentera, Bivitri Susanti dan Usman Hamid, yang juga merupakan Direktur Amnesty International Indonesia, menjadi ahli dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Komisi I DPR RI mengenai RUU tentang Pengesahan International Convention for the Protection of All Persons from Enforced Disappearance (Konvensi Internasional untuk Perlindungan Semua Orang dari Penghilangan Paksa) pada Rabu (14/9/2022).  

Dari sembilan konvensi mengenai HAM, Konvensi Internasional untuk Perlindungan Semua Orang dari Penghilangan Paksa merupakan satu-satunya konvensi yang belum diratifikasi oleh Indonesia meskipun sudah ditandatangani sejak 2010 lalu. Menurut Bivitri, jika konvensi ini sudah diundangkan, maka genaplah sudah kontribusi Indonesia untuk peradaban dunia. 

Konvensi tersebut juga menunjukkan kuatnya komitmen Indonesia dalam mendukung hukum HAM internasional dan akan membantu implementasi rekomendasi Komisi Kebenaran dan Persahabatan (KKP) RI-Timor Leste. “Konvensi ini dapat memberikan legitimasi terhadap upaya yang selama ini telah berlangsung untuk menemukan keluarga-keluarga yang terpisah selama konflik”, ungkapnya. 

Bivitri juga menambahkan bahwa konvensi penghilangan paksa dapat mengisi kekosongan hukum yang selama ini terjadi karena KUHP tidak mengatur pemidanaan tentang penghilangan orang secara paksa. Padahal, penghilangan orang secara paksa merupakan tindak pidana yang kompleks, perbuatannya dapat mencakup beberapa ketentuan pidana sehingga upaya untuk menjerat pelaku menggunakan ketentuan pasal-pasal KUHP secara terpisah tidak dapat memenuhi keseluruhan unsur.

Usman Hamid menambahkan bahwa Indonesia belum memiliki instrumen yang lengkap untuk mencegah penghilangan orang secara paksa. Oleh karena itu, konvensi ini sangat penting untuk diratifikasi karena dapat menjadikan penghilangan paksa sebagai tindak pidana di bawah hukum internasional dan melarangnya, bahkan dalam keadaan luar bisa seperti perang dan ketidakstabilan politik. 

Konvensi ini juga akan mewajibkan negara untuk memastikan impunitas tidak berlaku serta menjamin hak-hak korban atau keluarga serta reparasi yang efektif dan menyeluruh. “Konvensi ini akan membentuk Komite Penghilangan Paksa yang memiliki wewenang untuk memantau implementasi dan kepatuhan negara anggota atas kewajiban-kewajibannya”, ungkap Usman.