preloader

Penerapan ESG sebagai Kompas Moral Tiap Lembaga

Sekolah Tinggi Hukum Indonesia Jentera bekerja sama dengan Temu Ide Inovasi menyelenggarakan kegiatan diskusi publik bertajuk “Prinsip Keberlanjutan dan ESG dalam Hukum dan Tata Kelola” pada Selasa (27/5/2025) di kampus Jentera.

Kegiatan ini bertujuan untuk mendorong literasi regulasi dan transformasi institusional melalui pendekatan keberlanjutan dan kerangka ESG (Environmental, Social, and Governance). Diskusi ini menghadirkan Fitria Sari Operating Director Temu Ide Inovasi, Haemiwan Z Fathony Konsultan Teknologi Informasi, dan Rabin Daniel Nainggolan Peneliti Indonesian Center for Environmental Law (ICEL).

Dalam sambutannya, Ketua STH Indonesia Jentera, Arya Suyudi, menyampaikan bahwa keberlanjutan bukan lagi pilihan, melainkan suatu keniscayaan yang harus menjadi fokus setiap institusi, baik sektor publik maupun swasta. Ia menegaskan bahwa ESG bukan sekadar alat ukur investasi, tetapi paradigma baru yang mengedepankan etika, keadilan, dan tanggung jawab dalam membentuk tata kelola kelembagaan yang lebih berkelanjutan. “Kami di Jentera menjadikan sustainability dan hukum perpajakan sebagai dua pilar pembeda yang akan menjadi fokus unggulan ke depan,” ujarnya.

Diskusi juga dibuka oleh Dr. Al Takqdir Badari, Managing Director Temu Ide Inovasi, yang menyoroti pentingnya kerja sama antara dunia akademik dan praktisi dalam mengawal implementasi ESG agar benar-benar memberi dampak jangka panjang, tidak hanya dalam ranah teoritik tetapi juga dalam praktik nyata di lapangan.

Fitri Sari, Operating Director Temu Ide Inovasi, memulai paparan dengan menjelaskan posisi ESG sebagai instrumen tata kelola keberlanjutan dan menyampaikan berbagai pembelajaran global yang dapat diadopsi Indonesia. Ia menekankan bahwa ESG seharusnya tidak berhenti di laporan kepatuhan, tetapi menjadi kompas moral dan strategis bagi setiap lembaga.

Hemiwan Z. Patoni, konsultan teknologi informasi, menggarisbawahi pentingnya pelaporan ESG yang transparan berbasis teknologi digital serta bagaimana inovasi regulasi dapat memperkuat tata kelola dan akuntabilitas.

Sementara itu, Rabin Danil Nainggolan dari Indonesian Center for Environmental Law (ICEL) mengupas kerangka hukum ESG di Indonesia dan menyampaikan tantangan serta peluang advokasi hukum berbasis keberlanjutan, terutama dalam memastikan ESG diinternalisasi dalam kebijakan publik dan bukan sekadar jargon kebijakan semata. Diskusi ini tidak hanya memaparkan secara konseptual, tetapi juga membagikan praktik nyata serta tantangan yang mereka hadapi dalam implementasi ESG di lapangan.

Kegiatan ini ditutup dengan penandatanganan Nota Kesepahaman (MoU) antara STH Indonesia Jentera dan Temu Ide Inovasi sebagai bentuk komitmen jangka panjang untuk membangun kapasitas sumber daya manusia di bidang hukum dan tata kelola berkelanjutan. Kedua lembaga sepakat untuk menjadikan ESG sebagai tema utama dalam kolaborasi riset, pelatihan, hingga pengembangan kurikulum hukum masa depan. Kolaborasi antara Jentera dan Temu Ide diharapkan mampu menjembatani kesenjangan antara teori dan praktik, serta memperluas literasi ESG secara lebih mendalam di kalangan akademisi, praktisi hukum, pembuat kebijakan, hingga masyarakat sipil.