preloader

Pembatasan Masa Jabatan Presiden Berguna untuk Cegah Otoritarianisme

Sejak setahun lalu, wacana tiga periode jabatan presiden terus mengemuka. Wacana tersebut dibangun dengan beberapa usulan seperti penundaan pemilu dan perubahan konstitusi agar presiden yang telah menjabat selama dua periode dapat berpartisipasi kembali di pemilu berikutnya. Setelah wacana tersebut menuai banyak kritikan, muncul wacana baru apabila presiden dapat kembali berkontestasi pada pemilu, namun hanya mencalonkan diri sebagai wakil presiden. Hal ini tentu berlawanan dengan prinsip demokrasi yang telah diupayakan sejak era reformasi, yakni dengan membatasi masa jabatan presiden agar sirkulasi kepemimpinan nasional berjalan dengan baik dan tidak kembali terjerembab dalam sistem otoritarian.

Menanggapi wacana tersebut, STH Indonesia Jentera, Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK), International IDEA, Constitutional and Administrative Law Society (CALS), dan Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) FH Universitas Andalas menyelenggarakan diskusi Kolektif Konstitusi Seri 1 bertajuk “Otoritarianisme dan Masa Jabatan Presiden: Perspektif Global dan Nasional” pada Jumat (7/10/2022). Hadir sebagai narasumber pada diskusi tersebut yakni Laureate Professor Emeritus University of Melbourne, Prof. Cheryl Saunders, pengajar Fakultas Hukum Universitas Andalas, Feri Amsari, dan pengajar STH Indonesia Jentera, Giri Ahmad Taufik, serta dipandu oleh Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Khoirunnisa Nur Agustyati.

Menurut Giri Ahmad Taufik, para politisi tidak akan berterus terang tentang keinginannya untuk terus berkuasa lewat wacana tiga periode jabatan presiden. Namun, kelompok penyokongnya memiliki tendensi untuk membangun narasi besar tentang kegentingan sosial, kebutuhan stabilitas ekonomi, dan bahkan permintaan dari masyarakat, yang menjadi alasan diperlukannya perpanjangan masa kekuasaan. Narasi tersebut diharapkan menjadi propaganda, sehingga wacana perpanjangan masa kekuasaan yang awalnya tidak populer karena aturannya telah jelas, kembali menjadi diskursus publik. Propaganda semakin menguat dengan isu stabilitas yang dikemukakan, bahwa untuk menjadi negara maju maka diperlukan kepemimpinan dan kebijakan yang berkelanjutan dan tidak terdistraksi.

Dalam paparannya, Prof. Cheryl menegaskan bahwa kekuasaan yang dominan dan tidak dibatasi dapat berpotensi mengikis demokrasi dan mengarah pada otoritarianisme. Dengan adanya pembatasan kekuasaan, mendorong partai politik untuk berkontestasi secara ide dan gagasan serta memperbaiki kaderisasi internal guna melahirkan kembali tokoh dan calon pemimpin baru. Pembatasan masa jabatan presiden juga membuat publik menerima ide politik dan kebijakan baru, serta orang-orang baru yang akan banyak berdiskursus dalam kerangka demokrasi. Dengan begitu, demokrasi dapat terus dirawat dengan aktif dan segera dievaluasi apabila terdapat kekurangan. Prof. Cheryl menambahkan, menilik pengalaman di negara lain, apabila proses pergantian kekuasaan dikelola dengan baik maka kekhawatiran akan instabilitas politik dapat dihindari.

Feri Amsari menambahkan, sebagai negara dengan prinsip pemerintahan presidensialisme, Indonesia selayaknya berkaca kembali pada bagaimana sistem tersebut dibangun di Amerika Serikat. Apabila menilik konstitusi hukum Amerika Serikat, sistem tersebut dikelola salah satunya dengan prinsip pembatasan kekuasaan. Salah satu bentuk pembatasan kekuasaan tersebut adalah dengan menentukan masa jabatan presiden dan menjalankannya dengan tertib. Berkaca pada pendapat Karl Friedrich Storm, Feri menjabarkan lima kekuasaan presiden yang harus diperhatikan dengan komprehensif yakni kekuasaan eksekutif, relasinya dengan lembaga legislatif, otoritas pada pemilihan hakim sehingga juga memiliki kuasa pada lembaga yudikatif, kekuasaan diplomatik, dan kekuasaan pada ihwal keamanan dan pertahanan. Dengan porsi kuasa sebesar itu, limitasi masa jabatan menjadi aturan yang harus tegak agar tidak terjadi penyelahgunaan kekuasaan yang berujung otoritarianisme.

Diskusi Kolektif Konstitusi Seri 1 bertajuk “Otoritarianisme dan Masa Jabatan Presiden: Perspektif Global dan Nasional” dapat disaksikan ulang melalui kanal YouTube STH Indonesia Jentera.