preloader

Metode Belajar Socio-Legal: Sebuah Pengalaman dari STH Indonesia Jentera


Bivitri Susanti mewakili Sekolah Tinggi Hukum Indonesia Jentera berbicara tentang pengalaman Jentera dalam menerapkan metode pembelajaran socio-legal pada acara Indonesia-Netherlands Rule of Law and Security Update 2019 di Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya pada Kamis (12/122019) lalu. Selain Bivitri hadir narasumber lainnya, yaitu Profesor dari Leiden University Adriaan Bedner dan pengajar Universitas Indonesia Wiwiek Awiati.
Pada kesempatan itu, Bivitri mengungkapkan ide penerapan metode belajar socio-legal di Jentera yang merupakan hasil refleksinya bersama teman-teman selama menempuh pendidikan hukum di Indonesia. Sebagai lulusan hukum, ia dituntut untuk mengerti hukum dan menjadi lulusan yang siap pakai sesuai permintaan pasar. Padahal, setelah lulus kuliah, ia baru menyadari bahwa yang dibutuhkan dari seorang lulusan hukum adalah memahami bagaimana hukum bekerja dalam praktik dan bagaimana hukum bekerja di dalam masyarakat. Semua hal itu tidak didapatkannya selama menempuh pendidikan hukum.
Berkaca dari pengalaman tersebut, Bivitri bersama teman-temannya kemudian menerapkan pendekatan socio-legal ketika mendirikan Jentera. Salah satu caranya adalah dengan memperkenalkan mata kuliah baru seperti academic skill dan legal reasoning. Intinya, daya kritis mahasiswa dilatih dengan membiasakan mereka untuk mengkritisi paper atau artikel yang dibaca. Di samping itu, hampir di setiap materi kuliah terdapat analisis putusan guna melatih critical thinking mahasiswa.
Pendekatan socio-legal lainnya dilakukan melalui penerapan metode belajar yang sangat jarang ditemui di kampus lain, seperti study visit, class project, serta memperbanyak diskusi dan kolaborasi. Mahasiswa juga dibiasakan terekspos dengan isu terkini melalui penulisan paper maupun kompetisi debat, hingga penyelenggaraan berbagai kegiatan dan diskusi di kampus dengan mengundang pembicara-pembicara yang ahli di bidangnya, seperti international lecture, opium (obrolan puri imperium), dan diksi (diskusi konstitusi).
Di akhir paparan, Bivitri mengutip perkataan banyak orang bahwa Jentera bisa menerapkan metode belajar socio-legal karena merupakan kampus baru. Memang tak dipungkiri, tantangan terbesar dari penerapan metode ini adalah bagaimana mengimbanginya dengan keinginan pemerintah. Namun yang harus diingat, Sekolah Tinggi Hukum Indonesia Jentera kini sudah mendapatkan akreditasi dari pemerintah. Hal itu membuat Bivitri dan pengajar lainnya di Jentera semakin yakin bahwa pendekatan metode belajar socio-legal bukanlah hal mustahil untuk diterapkan di pendidikan tinggi di Indonesia.