preloader

Mengenal Bentuk Kerja Sama Internasional Penanganan Tindak Pidana Korupsi


Kerjasama internasional dalam penanganan tindak pidana korupsi sangat diperlukan. Hal ini karena korupsi dilakukan pula oleh perusahaan multinasional, skema korupsi yang semakin kompleks, perlunya pemulihan aset, lintas batas atau multi yuridiksi, dan kolaborasi penggunaan teknologi terbaru.
Dalam kerja sama internasional penanganan tindak pidana korupsi, terdapat dua jenis permintaan bantuan yang dilakukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), yakni koersif dan nonkoersif. Koersif diantaranya dapat berupa pengambilan barang bukti atau pemeriksaan untuk digunakan di pengadilan, pelaksanaan investigasi bersama, atau penegakan perintah pengadilan luar negeri seperti penyitaan, pembekuan, perampasan aset hasil tindak pidana.
Sementara nonkoersif diantaranya melakukan kegiatan surveillance, penelusuran lokasi saksi, tersangka atau buron, memberikan informasi publik dan informasi tidak sensitif, berbagi bukti petunjuk dalam pengembangan kasus, dan bentuk bantuan lain sesuai dengan UU yang berlaku.
Hal tersebut disampaikan oleh mantan Direktur Pembinaan Jaringan Kerja Antar-Komisi dan Instansi (PJKAKI) KPK, Sujanarko, dalam mata kuliah Korupsi dan Penyalahgunaan Wewenang pada Kamis (3/6/2021) secara daring. Ia merupakan salah satu dari 75 pegawai KPK yang dinonaktifkan karena dinyatakan tidak lolos Tes Wawasan kebangsaan (TWK).
Beberapa hasil kerja sama lintas yuridiksi yang pernah dilakukan oleh KPK yakni kasus suap pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) di Tarahan, Lampung, pada 2004 yang melibatkan perusahaan energi Alstom dan perusahaan Jepang, Marubeni. Dalam menangani kasus tersebut, KPK bekerja sama dengan FBI dan otoritas Jepang.
Penulis : FNI