preloader

Mahasiswa Jentera Belajar dari Testimoni Korban Upaya Paksa Sewenang-wenang

Perkuliahan mahasiswa semester III Sekolah Tinggi Hukum (STH) Indonesia Jentera sudah memasuki pertemuan ketiga. Subjek yang dibahas sudah memasuki “Upaya Paksa dalam Hukum Acara Pidana Indonesia”. Proses belajar dan mengajar yang bertempat di kantor Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta kali ini dilakukan dengan mendengar testimoni korban upaya paksa sewenang-wenang.
 
Testimoni korban itu disampaikan oleh Bunga Siagian, pengacara publik LBH Jakarta dan penasihat hukum korban. Ia menuturkan bahwa LBH Jakarta sejak 2014 telah menangani lebih dari 12 kasus salah tangkap. Pada perkuliahan kali ini, ia memfokuskan pembahasan pada 2 (dua) kasus, yaitu kasus Andro dan Nurdin atau dikenal dengan kasus pengamen Cipulir. Kasus itu sangat kental dengan muatan rekayasa terutama terhadap alat bukti. Andro dan Nurdin sempat ditangkap, ditahan, dan disiksa untuk mengaku sebagai pelaku tindak pidana. Pada pengadilan tingkat pertama, Andro dan Nurdin diputus bersalah. Namun, pada pengadilan tingkat banding dan kasasi, mereka berdua dibebaskan dari segala tuntutan.
 
LBH Jakarta sebagai penasihat hukum segera mengajukan gugatan ganti kerugian dan diterima oleh hakim. Meskipun hakim hanya mengabulkan Rp 72 juta dari gugatan Rp 1 miliar, kasus itu merupakan kasus pertama yang dimenangkan korban salah tangkap pasca-perubahan Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1983 tentang Pedoman Pelaksanaan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana.
 
Setelah mendengar testimoni korban, mahasiswa diajak untuk berefleksi mengenai kondisi yang menimpa Andro dan Nurdin. Selanjutnya, mahasiswa berdiskusi dan menganalisis setiap upaya paksa dan kritik terhadapnya. Upaya paksa yang dimulai dari penangkapan, penahanan, penggeledahan, penyitaan, pemeriksaan surat, penyadapan, hingga pencegahan dan penangkalan berhasil dibahas satu per satu.
 
Metode belajar yang berbeda adalah ciri pembeda Jentera. Dengan metode belajar experiential mental seperti itu, harapannya mahasiswa dapat merefleksikan sekaligus menganalisis lebih dalam mengenai norma, konteks, dan kritik atas upaya paksa dalam hukum acara pidana Indonesia. Titik berangkatnya sebenarnya sederhana, yaitu pendekatan normatif saja tidak cukup untuk menangkap praktik yang selama ini berlangsung dalam pelaksanaan penegakan hukum yang acap kali tidak berjalan biasa-biasa saja.