preloader

Kepastian Hukum sebagai Pondasi Pemilu yang Demokratis dan Berintegritas

Wakil Ketua Bidang Akademik Sekolah Tinggi Hukum Indonesia Jentera, Fritz Edward Siregar menjadi salah satu narasumber dalam kongres bertajuk “2024 Elections in Mexico: International Jurisdictional Electoral Accompaniment” yang diselenggarakan oleh The Electoral Tribunal of the Federal Judiciary dan El Colegio de México pada Selasa (12/9/2023) di Mexico City. Pada kongres tersebut, Fritz tergabung dalam Panel 6 yang membahas perihal kepastian dalam proses elektoral dengan studi kasus penyelenggaraan pemilu di beberapa negara, dalam hal ini khususnya di Indonesia. 

Fritz yang pernah menjadi Anggota Badan Pengawas Pemilu Republik Indonesia (Bawaslu) periode 2017-2022 berbagi cerita soal pengalaman Indonesia dalam menyelenggarakan pemilihan nasional terakhir yang angka partisipasi masyarakatnya mencapai 82% pemilih. Menurutnya, rekor partisipasi tersebut tidak lepas dari sistem pemilu yang tidak hanya memfasilitasi agenda pemungutan suara, tapi juga kepastian akan proses pemilu yang aman, adil, dan transparan.

Fritz menjabarkan, sistem pemilu tersebut berdasar pada undang-undang yang menjadi pedoman komprehensif, sehingga dapat meminimalisir manipulasi suara dan memberi kepastian hukum untuk semua pihak yang terlibat kontestasi. Selain itu, guna menyelenggarakan amanat undang-undang, sistem pemilu di Indonesia juga diperkuat oleh tiga lembaga negara dengan fungsi yang berbeda yakni Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai penyelenggara pemilu, Bawaslu yang bertindak sebagai pengawas, dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilihan Umum (DKPP) yang bertugas untuk menangani laporan pelanggaran kode etik penyelenggara pemilu. 

Fritz kemudian berbagi pengalaman terkait keterlibatannya dalam penyelenggaran pemilu dalam kapasitas sebagai Komisioner Bawaslu RI periode 2017-2022. Ia menuturkan, dalam kapasitas sebagai pengawas jalannya pemilu, Bawaslu RI diperkuat oleh 2.172 komisioner lokal di tingkat provinsi hingga kabupaten/kota. Selain itu, juga terdapat pengawas lapangan yang berjumlah 914.480 orang yang ditempatkan di masing-masing tempat pemungutan suara. Dalam kinerjanya, para pengawas tersebut berperan untuk menjaga proses pemilu agar berlangsung bebas, adil, dan transparan.

Selain fungsi pengawasan, Bawaslu RI juga diberi mandat untuk mengawal proses pelaporan dan pemeriksaan pelanggaran pemilu dengan tenggatnya masing-masing. Kaitannya dengan hal tersebut, Fritz menawarkan rekomendasi untuk proses pemilu di Mexico agar secara ketat melakukan proses pemeriksaan pelanggaran sesuai dengan tenggat waktu yang telah diamanatkan aturan yang berlaku. Hal tersebut dimaksudkan guna menyederhanakan proses dan memberikan kepastian terkait perselisihan yang terjadi dilapangan agar dapat dilakukan tepat waktu, sehingga pemilu dapat berjalan efisien. 

Fritz juga menegaskan, dengan mengikuti prosedur tersebut, Bawaslu RI yang dapat diibaratkan sebagai wasit dalam kontestasi pemilu dapat bekerja dengan lugas untuk menghadirkan kepastian hukum sehingga para kontestan dapat patuh terhadap aturan dan kompetisi berlangsung secara adil. Dengan kontestasi yang berjalan sesuai prosedur yang berlaku, diharapkan pemilu dapat menjadi penyokong utama penguatan demokrasi dan sarana yang tepat untuk menghadirkan keterwakilan dan kepemimpinan rakyat yang berintegritas.