preloader

Jentera dan PSHK Menyelenggarakan Pelatihan Dasar Legislative Drafting untuk Kelompok Disabilitas


Sekolah Tinggi Hukum Indonesia Jentera dan Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK) bekerja sama dengan Disability Rights Advocacy Fund (DRAF) serta Persatuan Tunanetra Indonesia (Pertuni) menyelenggarakan Pelatihan Dasar Legislative Drafting untuk Kelompok Disabilitas yang berlangsung selama tiga hari sejak 2 Maret 2021 hingga 4 Maret 2021 melalui media daring.
Pelatihan tersebut diikuti oleh dua puluh peserta yang mewakili beberapa kelompok disabilitas dari berbagai wilayah di Indonesia dan dihadiri oleh lima pemantau dari Yayasan Peduli Sindroma Down Indonesia (Yapesdi) dan Perkumpulan Tuli Buta (PELITA).
Pelatihan terbagi dalam beberapa sesi yang membahas beberapa materi, yakni sistematika penyusunan undang-undang dan ruang partisipasi publik, analisis efektif terhadap kalimat undang-undang, dan penyusunan draf undang-undang alternatif. Bertindak sebagai pemateri dalam pelatihan tersebut adalah pengajar Jentera sekaligus peneliti PSHK, Estu Dyah Arifianti, Fajri Nursyamsi, dan Ronald Rofiandri.
Dalam pemaparannya pada hari pertama pelatihan, Ronald Rofiandri mengangkat perihal proses penyusunan undang-undang dan partisipasi publik. Ronald menjabarkan tahapan penyusunan undang-undang yang diawali dengan proses perencanaan oleh Presiden atau DPR, kemudian melalui tahapan penyusunan rancangan undang-undang oleh DPR dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) tahunan. Rancangan undang-undang tersebut kemudian dibahas oleh DPR dan dimintakan pendapat akhir Presiden melalui menteri yang mewakilinya, untuk selanjutnya disahkan oleh DPR bersama Presiden. Pada tahapan pengundangan, Presiden menandatangani rancangan undang-undang tersebut dan diumumkan secara terbuka kepada publik serta ditempatkan pada Lembaran Negara Republik Indonesia.
Pada tahapan-tahapan tersebut, Ronald kemudian menjelaskan beberapa langkah partisipasi yang dapat publik lakukan. Secara informal, publik dapat bersuara dengan aksi demonstrasi di jalanan, mengangkat isu dan analisisnya melalui media sosial, hingga menghimpun sikap melalui petisi daring. Secara formal, publik juga dapat berpartisipasi dengan advokasi legislasi, yakni dengan menargetkan penyampaian masukan bahkan lobi melalui anggota atau fraksi di DPR.
Di hari kedua pelatihan, Estu Dyah membawakan materi perihal analisis efektif terkait kalimat peraturan perundang-undangan. Menurutnya, undang-undang sebagai produk hukum yang mengikat seharusnya memuat bahasa yang tegas, lugas, dan tidak bermakna ganda. Selain itu, gagasan yang dituangkan harus tepat dan tidak menyulitkan proses penerapan undang-undang itu sendiri. Karenanya Estu kemudian menegaskan bahwa pemahaman secara efektif terhadap kalimat dalam undang-undang penting untuk dijalankan tidak hanya oleh pembuat, tetapi juga pemerhati peraturan perundang-undangan.
Pada hari terakhir, Fajri Nursyamsi memberikan materi yang tidak kalah penting yakni terkait penyusunan draf undang-undang alternatif. Fajri menjelaskan bahwa salah satu bentuk advokasi kebijakan yang saat ini banyak dilakukan oleh kelompok masyarakat sipil adalah dengan memberikan masukan terhadap draf rancangan undang-undang. Hal ini terbukti efektif dan tepat sasaran karena selain memberikan intervensi secara langsung kepada penyusun undang-undang, juga memudahkan pembentuk kebijakan untuk dapat memahami apa yang diinginkan oleh kelompok masyarakat melalui undang-undang alternatif yang diusulkan.