preloader

Diskusi dan Peluncuran Buku Crime and Punishment in Indonesia


Sekolah Tinggi Hukum Indonesia Jentera bersama sejumlah lembaga yaitu The Centre for Indonesian Law, Islam and Society (CILIS) of the University of Melbourne, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Lembaga Kajian dan Advokasi Independensi Peradilan (LeIP), dan Hukumonline menyelenggarakan diskusi dan penerbitan buku berjudul Crime and Punishment in Indonesia pada Rabu (10/3/2021) secara daring.
Buku Crime and Punishment in Indonesia merupakan kumpulan tulisan dari sejumlah scholar Australia serta para pegiat hukum di Indonesia. Dalam acara penerbitan buku tersebut, para kontributor buku hadir untuk menyampaikan paparan singkat mengenai tema yang mereka tulis, diantaranya adalah Simon Butt, Tim Mann, Apsari Dewi, Rifqi Assegaf, Leopold Sudaryono, Josi Khatarina, Lilis Mulyani, Mas Achmad Santosa, Stephanie Juwana, Helen Pausacker, Dina Afrianty, dan Nadirsyah Hosen. Sementara itu, Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Indonesia di Bidang Studi Hukum Pidana, Topo Santoso dan Duta Besar Indonesia untuk Norwegia, Todung Mulya Lubis hadir untuk memberikan komentar umum mengenai buku tersebut.
Dalam buku ini, para penulis membahas perkembangan dari kaidah hukum yang mengatur praktik penghukuman di Indonesia dengan berbagai permasalahannya. Menurut pandangan Tim Lindsey selaku editor buku ini, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang digunakan oleh Indonesia hingga hari ini dapat dikatakan terlalu konvensional dengan perkembangan problematika hukum saat ini. Hal ini karena KUHP dan KUHAP merupakan warisan Wetboek van Strafrecht (Wvs) Belanda yang kemudian diterjemahkan secara tidak resmi dalam beberapa versi dan menjadi acuan akademisi maupun penegak hukum—polisi, jaksa, advokat, dan hakim.
Selain itu, minimnya pemidanaan alternatif dalam praktik penegakan hukum pidana yang dilakukan oleh aparat penegak hukum Indonesia juga disorot dalam buku ini. Salah satu penulis buku, Rifqi Assegaf menilai implementasi Peraturan Mahkamah Agung (Perma) No.2 Tahun 2012 tentang Penyelesaian Batas Tindak Pidana Ringan (Tipiring) belum maksimal. Menurutnya, apabila terjadi pencurian dengan nilai maksimal Rp2,5 juta semestinya hukuman maksimal pidana selama tiga bulan penjara. Sehingga pelaku tidak dapat ditahan karena ancaman hukumannya kurang dari lima tahun penjara.
Namun dalam penelitian yang ia lakukan terhadap 890 putusan terkait perkara pencurian dan penggelapan, hanya terdapat 45 kasus dengan 58 pelaku perkara Tipiring dan penggelapan ringan, ironisnya tak ada satupun pelaku yang dituntut dan dihukum dengan menggunakan pasal Tipiring sesuai dengan Perma 2/2012 ini.
Masih banyak keresahan dan hal menarik berdasarkan hasil riset lapangan mengenai reformasi sistem peradilan pidana yang dimuat dalam buku ini. Buku setebal 500an halaman tersebut diharapkan mampu memperluas wawasan pembaca Indonesia dan internasional mengenai kompleksitas permasalahan sistem peradilan pidana di Indonesia. Diskusi dan peluncuran buku Crime and Punishment in Indonesia dapat disaksikan ulang di kanal Youtube STH Indonesia Jentera.

Artikel ini ditulis oleh Ramzy Erzano.

Part. 1

Part. 2