preloader

Kertas Advokasi Kebijakan atas UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja Bidang Ketenagakerjaan

Masalah jumlah  pengangguran yang bergerak naik mendorong pemerintah untuk menanggulangi persoalan dengan membentuk Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UU Cipta Kerja). Menurut Menteri/Kepala Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional (Bappenas) Suharso Monoarfa, saat ini jumlah pengangguran di Indonesia sudah naik sekitar 3,7 juta orang akibat pandemi COVID-19. Dengan tambahan tersebut, potensi jumlah penganggur Indonesia bisa menjadi 10,58 juta orang. Pemerintah optimistis bahwa UU Cipta Kerja nantinya akan mampu meningkatkan iklim investasi di Indonesia dan membuat banyak perusahaan mengalihkan investasinya ke Indonesia.
Sejak awal pembahasan, klaster ketenagakerjaan dalam UU Cipta Kerja sangat menyita perhatian publik. Presiden Joko Widodo dan Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Puan Maharani pernah bersepakat untuk menunda pembahasan materi mengenai klaster ketenagakerjaan agar dibahas di akhir persidangan DPR.  Konstelasi penolakan UU  sedikit berubah setelah pertemuan beberapa perwakilan serikat pekerja dan Panitia Kerja (Panja) Rancangan UU Cipta Kerja pada Agustus 2020. Dalam pertemuan itu, serikat pekerja bersama perwakilan Panja RUU Cipta Kerja menyepakati beberapa hal yang rencananya akan diadopsi dalam Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) RUU Cipta Kerja.
Kesepakatan tersebut, antara lain, agar materi ketenagakerjaan dalam RUU Cipta Kerja tidak bertentangan dengan delapan putusan Mahkamah Konstitusi (MK), mengembalikan sanksi pidana dan sanksi administratif terkait pelanggaran ketenagakerjaan ke dalam RUU Cipta Kerja sesuai ketentuan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (UU Ketenagakerjaan), dan merumuskan hubungan ketenagakerjaan yang lebih adaptif terhadap perkembangan industri.
Namun, materi ketenagakerjaan dalam draf RUU Cipta Kerja yang telah disetujui DPR bersama Presiden pada 5 Oktober 2020 berbeda dengan kesepakatan DPR dan kelompok buruh. Akibatnya, serikat-serikat buruh dalam jumlah yang lebih besar sepakat untuk menolak RUU Cipta Kerja dengan melakukan mogok kerja nasional dan demonstrasi di sejumlah daerah.
Klaster ketenagakerjaan yang diatur dalam bab IV UU Cipta Kerja mengubah empat Undang-Undang, yaitu UU Ketenagakerjaan, Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (UU SJSN), Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (UU BPJS), dan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (UU PPMI). Beberapa materi dalam UU Cipta Kerja dalam klaster ketenagakerjaan bermasalah dan menyisakan banyak pertanyaan. Materi tersebut antara lain, terkait tenaga kerja asing, Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT), alih daya (outsourcing), waktu kerja, pengupahan, pemutusan hubungan kerja (PHK), serta jaminan sosial ketenagakerjaan dan pesangon.
 
Unduh Dokumen:
PSHK-Kertas Advokasi Kebijakan atas UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja Bidang Ketenagakerjaan
PSHK-Policy Advocacy Paper on Law No. 11 year 2020 on Job Creation in the Employment Sector